Aku mulai kuliah lagi tahun 2022, sebagai mahasiswa reguler magister kimia UGM. Aku menjadi mahasiswa lagi, artinya: mengerjakan karya tulis lagi untuk lulus. Sebenarnya temanku, aku ada ketakutan untuk tidak bisa lulus tepat waktu, yaitu 4 semester. Benar. Hal itu terjadi.
Aku mundur dari pekerjaanku yang lama sebagai guru matematika di SMK Ignatius untuk kembali ke asal. Aku memang bukan seorang sarjana pendidikan dan juga bukan sarjana matematika, jadi aneh apabila aku mengajar matematika. Sebetulnya aku yang kuliah lagi ini, secara tidak langsung, merupakan exit plan yang aku gunakan untuk keluar dari duniaku saat itu di SMK Ignatius. Yah.., lain kali, aku akan menceritakannya. Singkat cerita, intinya aku ingin kembali ke asal sebagai ilmuwan.
Perlu diketahui juga, keputusanku untuk melanjutkan kuliah magister ini juga karena inspirasi dari teman baikku, Wily. Pada tahun 2021, dia telah memulai kuliah di Universitas Negeri Yogyakarta pada program studi magister pendidikan matematika. Aku bersemangat untuk kembali ke laboratorium. Aku tidak menyalahkan keadaan, namun aku merasa pada awal perkuliahan, memaksaku setiap minggu untuk pulang ke Semarang karena banyak hal yang harus diselesaikan. Pertama hubungannya dengan SMK Ignatius, tentang jaringan internet. Bahkan sebenarnya juga sekarangpun masih ada yang belum selesai, namun segera setelah yudhisium akan aku selesaikan. Kedua, kepengurusan yang sebenarnya aku tidak mau terlibat lebih dalam. Sedikit cerita tentang kepengurusan ini: kepengurusan yang aku maksud adalah kepengurusan yang berkaitan dengan Sekolah Evangelisasi Pribadi. Terpaksa aku harus vakum, karena studi. Bahkan caraku mungkin bagi sebagian besar orang tergolong ekstrim, yaitu diam tanpa kabar. Kurang ajar, kan? Aku paham, ini kegiatan yang baik dan positif serta sangat bisa aku memanfaatkan jaringan ini untuk sambilan kerja. Sayangnya aku masih punya ego dan tampaknya orang yang membiayai aku menginginkan aku segera lulus. Entahlah apakah setelah ini aku akan kembali lagi atau tidak. Apabila melihat kenyamananku, ya aku lebih memilih untuk tidak kembali.
Semester awal perkuliahan ini menurutku berjalan cukup lancar. Aku sangat menikmati atmosfer perkuliahan dan kimia pada 4 cabang peminatan: organik, anorganik, analitik dan fisik. Aku serasa hidup kembali. Jadi gambarannya adalah kita pada semester awal memang sudah diarahkan ke salah satu dari 4 cabang peminatan kimia, aku sendiri mengambil cabang kimia fisika dan nanokatalis. Cabang peminatan yang menurut kebanyakan orang merupakan cabang peminatan yang sulit dan paling sepi dibandingkan cabang peminatan lain. Apabila cabang peminatan ini dibuat peringkat, maka urutan dari yang paling rame adalah cabang peminatan kimia analitik dan lingkungan, cabang peminatan kimia organik, cabang peminatan kimia anorganik dan terakhir cabang peminatan kimia fisika dan nanokatalis.
Cabang peminatan kimia fisika dan nanokatalis mempelajari kimia fisika, katalis terutama katalis yang berukuran nano, dan kimia komputasi. Sejak awal kuliah magister ini, aku sudah membulatkan tekat untuk belajar kimia komputasi. Aku sendiri memiliki intensi khusus mengapa aku mempelajari kimia komputasi, yaitu mengenai dosenku. Singkat cerita, beliau ini menginspirasi kami, para mahasiswanya waktu itu, untuk belajar kimia komputasi. Sebab kimia komputasi ini dapat menjelaskan fenomena kimia pada tingkat atomik yang tidak dapat dilakukan pada laboratorium eksperimen. Dengan demikian, menurutnya di masa depan, penelitian kimia komputasi akan berkembang dan berkolaborasi dengan penelitian eksperimen. Hal tersebut memang benar adanya. Saat ini, banyak penelitian yang menggabungkan penelitian kimia komputasi dengan eksperimen. Data dari penelitian kimia komputasi ini merupakan pelengkap dari data eksperimen.
Pada minat kimia fisika dan nanokatalis angkatan 2022 ada 8 orang peminat, antara lain:
- Aku (yang sekaligus ketua minat dan teman-teman suka panggil aku sebagai bapak KF) dari Unnes yang gap year 4 tahun untuk kerja,
- Kak Mei dari UGM yang secara angkatan S1 ternyata lebih tua dari aku (Kak Mei ini juga suka dipanggil oleh teman-teman sebagai ibu KF),
- Anissa dari UNY yang selalu memperhatikan namanya dengan dua huruf "s". Seringkali aku memanggilnya sebagai "Anissa yang s-nya 2".
- Sulthan dari UGM yang cukup asyik, stylish dan pinter. Ya, pinter, sebab dia sebenarnya telah menyelesaikan studinya di Jepang. Sehingga apabila dia lulus dari UGM, dia memiliki dua gelar magister. Kurang pinter apa coba?
- Seniman dari ULM, Kalimantan Selatan. Aku sebenarnya kuatir dengan Seniman ini. Sebab dia agak sulit untuk dihubungi. Mungkin saja, dia sedang "patah hati" karena tesisnya bahkan hingga catatan ini ditulis.
- Iqbal dari UHO, keturunan bangsawan yang murah senyum, senang olahraga, dan mencari relasi selain dari circle kami.
- Kak Rani dari UHO yang lembut dan ramah.
- Jihan dari Unand yang sangat suka budaya Korea.
Kami ber-8 dinilai oleh teman-teman kami yang lain sebagai minat yang paling kompak, meskipun pada tahap pengerjaan tesis, kami akhirnya sibuk pada penelitian kami masing-masing.
Apabila ada orang yang mengatakan studi magister itu sebentar dan biasanya bisa dilakukan weekend (layaknya kelas karyawan), sebenarnya tidak sepenuhnya tepat. Studi magister memang sebentar, yaitu normalnya selama 2 tahun atau 2 tahun 1 semester; namun prodi magister tidak selalu ada kelas karyawan pada weekend. Aku jadi ingat nasehat seorang dosenku di Unnes dulu: "Sepanjang sejarah, prodi magister di FMIPA itu tidak ada dan tidak pernah ada kelas karyawan ... kalaupun mau kerja, ya modelnya kerja sambilan. Tidak bisa yang 8 jam atau jam kerja penuh, kemudian lanjut kuliah. ..." Ya, memang demikian. Mengapa aku membahas ini? Karena pada waktu aku mau mundur dari pekerjaanku sebagai guru, mereka memintaku untuk tetap bekerja dan memilih jadwal kuliah hanya pada hari jumat, sabtu dan minggu saja. Bahkan, ketika hari pengisian KRS (kartu rencana studi) tiba, aku dihadapan atasanku memperlihatkan jadwal mata kuliah yang harus diambil. Ternyata memang tidak bisa weekend. Singkat cerita, aku harus mundur demi studi magister ini. Sedih, sebab biasanya rutin gajian dan fee lain-lain, sekarang tidak dapat.
Sama seperti kuliah biasa, aku menjalani kelas dan memang tidak berbeda dengan perkuliahan S1. Selama proses perkuliahan itu lebih sering membaca artikel ilmiah dan presentasi-presentasi. Yah..., atmosfer yang lama aku inginkan. Dinamika perkuliahan yang lain adalah adanya organisasi himpunan mahasiswa pascasarjana. Aku mengira organisasi seperti ini, tidak ada. Ternyata organisasi semacam ini ada. Memang benar, kegiatannya lebih banyak berisi keilmuan dan senang-senang. Awalnya aku tidak mau dan tidak berminat dengan organisasi ini. Namun seorang teman memintaku untuk bergabung, karena kemampuan yang aku miliki. Aku menerimanya. Semua berjalan lancar, kecuali kemampuan komunikasiku untuk mengajak rapat dan pendekatan terhadap orang yang masuk anggotaku yang belum berhasil; bahkan sampai akhir kepengurusan. Kepada kawan yang mengajakku itu, aku minta maaf. Aku belajar bahwa komunikasi tanpa canggung itu penting. Tidak apa-apa, kata orang, memang setiap orang tidak bisa memuaskan semua orang. Kita ini bukan Tequila wkwkwkwk.
Layaknya organisasi kampus, musyawarah besar dilakukan pada akhir tahun masa bakti kepengurusan. Setelah musyawarah besar, setiap kami berjuang masing-masing dengan penelitian kami. Ya.., di sinilah setiap kami bersaing secara tidak langsung, siapa yang sidang duluan, siapa yang dapat predikat dengan pujian. Aku melihat teman-teman yang menghadapi penelitian mereka dengan kesulitanya masing-masing. Kesulitanku juga ada tentunya. Pertama, masalah cara pengolahan data. Apabila melihat dari artikel ilmiah, ya sudah begitu saja. Kedua, ternyata software yang aku pakai tidak secara langsung mendapatkan parameter-parameter yang memang aku inginkan. Jadi aku perlu membuat skrip Python dengan rumusan matematikanya yang benar, bahkan aku melakukan perhitungan secara manual di atas kertas. Ada cerita kocak ketika aku melakukan perhitungan secara manual ini. Jadi ceritanya gini: Kak Mei waktu itu ke Jepang untuk mengerjakan penelitiannya. Kemudian ketika pulang ke tanah air, dia memberi oleh-oleh ke aku berupa bolpoin. Dengan senang hati, aku menerima bolpoin itu dan menggunakannya. Penggunaan bolpoin itu aku gunakan untuk menulis dan memeriksa persamaan matematika yang aku gunakan untuk olah data. Aku punya kebiasaan, yaitu setelah menulis apapun itu, aku meletakkan kertas yang berisi tulisan itu di bawah keyboard atau laptop (bahkan dalam kondisi menyala atau sedang digunakan) agar tidak hilang. Aku melakukannya juga dengan kertas yang berisi persamaan matematika untuk olah data itu. Singkat cerita, saat laptopku aku pakai dan timbul panas, sekonyong-konyong aku memeriksa kertasku itu. Akupun terkejut, karena tulisan corat-coretku pada kertas itu hilang. Panik? Kocak? Tentu saja. Aku bercerita ini ke Kak Mei dan teman-teman lain. Mereka mencobanya juga dan terbukti tulisan pada kertas dengan bolpoin itu hilang.
Aku memang agak lama untuk olah data dan penulisan bab 2 tentang landasan teori. Aku mengakui, kalau olah datanya agak sulit. Sebab software tidak secara langsung memberikan hasil yang diinginkan, sehingga aku perlu membuat skrip Python untuk mengolahnya. Dalam membuat skrip Python ini, kalkulasi matematika yang tepat diperlukan. Perkerjaan corat-coret manual yang telah hilang karena panas itu diperlukan. Aku merasa beruntung, sebab aku sempat mengambil gambar dengan ponselku, sehingga corat-coretku itu bisa dipulihkan. Selanjutnya penulisan bab 2 tentang landasan teori, aku tidak mengetahui persis apa yang seharusnya ditulis. Aku merasa penulisan tesisnya agak aneh. Yah.., mungkin hanya masalah kebiasaan saja. Menurutku idealnya diawali bab 1, 3, 2, 4 dan 5, tetapi yang aku lakukan Bab 1, 3, 4, 2 dan 5. Selain itu, ada penulisan hipotesis. Dalam pikiranku, ini termasuk teknik menulis reverse writing. Jadi, apa temuan kita, lalu dicari dugaan awalnya yang sesuai dengan teori. Setelah hipotesis dituliskan, barulah landasan teori ditulis. Hasilnya bab 2 yang aku tulis tebal dan lebih tebal dari bab 4. Penguji meminta untuk memangkasnya. Padahal selama menulis bab 2 ini, aku hampir putus asa karena bingung apa yang harus ditulis. Jadi, bab belakang sudah jadi, namun bab 2 belum. Proses penulisan bab 2 berlangsung selama ± 3 bulan. Cukup lambat, ya?
Setelah itu, aku sidang dengan penguji profesor kimia komputasi sekaligus legenda kimia komputasi Indonesia. Sebenarnya sebuah kehormatan aku dapat diuji olehnya dan sesuai juga dengan harapanku. Pesan dari pembimbing tetap belajar dan dipersiapkan semuanya, terutama untuk sidangnya. Nah.., aku sudah berusaha terutama apa yang aku tulis, prinsip-prinsip dasarnya juga. Namun, aku merasa agak kurang maksimal bahkan sampai pada kondisi: tidak masalah andaikan ujian ulang.
Aku sidang pada 9 Desember 2024 dengan sidang kelayakan pada 2 Desember 2024. Sidang kelayakan ini merupakan sidang pendahuluan yang tujuannya memeriksa format penulisan naskah yang telah kita tulis sebelumnya. Jadi memang tidak secara dalam dibahas konten dari tesis. Sidang kelayakan yang aku alami berlangsung lancar. Segera setelah sidang kelayakan itu, pembimbing memberikan arahan sebelum sidang bahkan malam hari sebelum sidang (8 Desember 2024), beliau menawarkan untuk latihan presentasi terakhir sebelum sidang. Akupun menerimanya dengan senang hati. Aku sebenarnya tidak cukup optimis dengan latihan malam itu. Aku merasa tidak cukup belajar untuk mempersiapkan sidang selama persiapan sebelum tanggal 2 dan tanggal 9.
Antara tanggal 2 hingga 9 Desember, aku tidak maksimal belajar. Aku diminta temanku untuk membantu persiapan Natal ekumene bersama teman-teman protestan yang pelaksanaannya 7 Desember 2024. Kebetulan mereka memasukkan aku ke bagian pujian mazmur khas katolik dalam Natal ekumene itu. Dalam hatiku, "Krish, kamu gila. Sudah tahu hari senin sidang, tapi kok tetap aja diterima. Itu gila, Krish." Aku sudah "jaga jarak" sebenarnya dengan mereka, entahlah perasaan dan emosi terlalu menguasai aku, lantas aku menerima tugas itu. Aku benci dengan ini, namun sialnya aku ini people pleaser. Entahlah, ini kondisi jahanam bagiku. Rasanya aku ingin memunggungi semua orang, tapi argh...! Bolehkah aku menghina diriku sendiri, kalau aku ini bajingan? Kalau kata orang, memang harus tegas untuk berkata tidak. Ingatlah bahwa kamu itu bukan Tequila. Aku sebetulnya tidak ingin menyalahkan keadaan, tetapi memang kejadiannya begitu dan juga aku yang sekarang adalah hasil berproses dari masa laluku.
Hari sidang pun datang. Ya sudah dengan segala persiapan yang ada dan menurutku a la kadarnya, Sang Legenda Kimia Komputasi Indonesia mengulik metode dan hasil penelitianku. Aku bisa menjawabnya, namun banyak hal yang tidak bisa aku jawab. Dalam hatiku, aku hanya bisa berpasrah dan misalnya tidak lulus dan ujian ulangpun aku siap dengan taruhan uang pensiunku yang belum seberapa. Akhirnya sidang itu selesai. Dengan penuh syukur aku dinyatakan lulus meskipun dengan nilai tesis yang tidak maksimal. Pembimbing hanya berpesan untuk belajar lagi lebih giat dan memberikan ebook kepadaku untuk dibaca sepanjang aku mempersiapkan yudisium dan wisuda. Aku mengucapkan terima kasih dan bersyukur dengan pembimbingku itu. Senang bisa menjadi mahasiwa bimbingannya. Selain itu aku juga mengucapkan terima kasih kepada semua teman laboratorium dan juga terutama yang aku kasihi, Indah yang telah menemaniku dalam penulisan tesis ini sembari mengenal aku secara pribadi. Mengenai Indah, aku akan menuliskan kisahnya yang akhirnya kita tidak berlanjut. Dalam kisah itu, aku tuliskan semua.
Aku menempuh studi magister ini selama 5 semester. Yah.., ketakutanku terbukti. Tahukah temanku, ada sebuah teori psikologi tentang sebuah ketakutan (aku lupa nama teorinya). Apabila kamu takut, maka ketakutan itu terjadi. Ya, terjadilah seperti ini. Mungkin sejak awal, aku sudah menanamkan mindset bahwa hal itu tidak akan terjadi dan tetap berjuang. Ketika awal studi, aku sudah bertekat untuk tidak lari dari penelitian dan masalah akademik yang aku hadapi. Janji itu aku penuhi.
Bagiku, inilah pelajaran hidup. Dengan hidup yang terus berjalan, aku menjadi semakin memahami karakteristikku sendiri meskipun masih banyak pula dari diriku yang tidak aku ketahui. Mungkin perlu banyak peristiwa lain yang bisa menunjukkan bagaimana aku sebenarnya. Dari peristiwa-peristiwa itu, aku bisa melakukan mitigasi dan penanggulangan untuk hidupku berikutnya. Nasehat untukku sendiri: Kamu bukan Tequila dan carilah kata tidak versi dirimu sendiri, ingatlah pula bahwa kamu ini punya kelebihan; maksimalkanlah kelebihanmu itu.