
Belakangan ini, aku sempat dikejutkan oleh chat dalam group whatsapp komunitas misa latin tradisional (Forma Extraordinaria). Chat itu berisi tentang permintaan tolong untuk membantu choir lagu gregorian dalam misa perkawinan dengan bentuk luar biasa (Forma Extraordinaria). Mungkin kalau pelaksanaannya di Yogyakarta, tidak masalah dan lumrah. Misa perkawinan forma extraordinaria ini akan dilaksanakan di Semarang. "Yang benar aja?!", kataku dalam hati.
Mengapa aku terkejut? Sudah lama aku tidak mendengar berita untuk perayaan misa forma extraordinaria di sekitar Yogyakarta dan Semarang. Terutama sejak dikeluarkannya surat apostolik Traditionis Custodes, imam-imam di Yogyakarta dan Semarang memerlukan izin khusus untuk merayakan misa forma extraordinaria. Pendapat saya, surat apostolik ini bertujuan baik dan tidak ada niatan buruk di dalamnya. Dengan diselenggarakan misa perkawinan forma extraordinaria, orang Semarang bisa tahu kalau ada misa seperti itu.
Nah, peristiwa ini membuatku teringat project lama yang belum sama sekali dikerjakan. Project itu berkaitan dengan ordo misa 1962 untuk umat. Tujuan ordo misa ini adalah untuk meningkatkan partisipasi umat dalam mengikuti misa forma extraordinaria. Sebab pada masa sebelum ada misa forma ordinaria, umat justru tidak berdoa (mendoakan misa) malahan mendoakan doa yang lain (misalnya: rosario). Inilah yang sangat disayangkan. Ada orang yang berpendapat bahwa misa forma extraordinaria ini lebih banyak bagian misa yang tenang atau tidak banyak musik yang mengisi. Kemudian, memang misa ini lebih banyak melatih rasa, bukan budi. Artinya, kita tidak perlu tahu terlalu banyak apa yang diucapkan imam ketika memimpin misa. Berbeda dengan misa forma ordinaria (atau disebut juga Novus Ordo) seperti saat ini dirayakan kebanyakan orang katolik di seluruh dunia, misa ini menekankan partisipasi dan umat mendengar apa yang dikatakan imam dalam misa.
Ordo misa 1962 yang coba aku buat ini ternyata melibatkan notasi lagu Gregorian. Kita memang bisa melakukan scan dan potong terhadap gambar yang memuat teks lagu Gregorian itu, tetapi cara seperti itu membuat teks keseluruhan kurang fleksibel, konsisten dan tajam. Kita ketahui bersama, kalau gambar memiliki resolusi yang dapat turun kalau dicetak. Dampak resolusi yang turun itu adalah naskah yang tercetak pada kertas kurang jelas. Selain itu, jika kita melakukan potong dan tempel pada teks ordo misa kita, boleh jadi ada tanda notasi yang tidak sesuai dengan aturan not Gregorian yang baku. Contohnya, kita ingin memotong dan menempelkan sebuah not Gregorian, namun notasi itu terlalu panjang, sehingga dipotong. Padahal, setiap ganti baris, notasi Gregorian memerlukan tanda untuk memberi tahu nada berikutnya. Tanda itu seperti pada gambar berikut ini:
Jika memang memerlukan tanda itu dan metode yang dipakai adalah potong dan tempel, maka kita akan pakai tanda itu; seandainya dipotong ditengah dan diperlukan. Ya.., ribet kan? Kemudian, belum tentu selalu sama pada garis atau baris yang sama.
Usaha untuk menanggulangi hal tersebut, aku menggunakan GregorioTeX. GregorioTeX menggunakan mesin LuaLaTeX yang merupakan salah satu varian dari mesin compiler LaTeX. Jadi, mesin compiler LaTeX terdapat beberapa jenis, tetapi yang paling terkenal adalah pdflatex. Perbedaan pdflatex dan LuaLaTeX adalah penggunaannya pada kerumitan dokumen yang akan dilakukan kompilasi. LuaLaTeX memiliki keunggulan untuk melakukan kompilasi dokumen dengan kerumitan yang lebih tinggi. Notasi Gregorian termasuk dalam dokumen rumit, sehingga pengembang menggunakan compiler LuaLaTeX sebagai mesin compiler.
GregorioTex termasuk program independen yang perlu diinstall. Aku sudah berhasil menginstallnya pada komputer dengan OS Linux. Yah.., menurut saya, proses installasinya cukup mudah tinggal mengikuti yang tertulis seperti pada petunjuk websitenya. Dalam proses installasi GregorioTex, aku mencoba beberapa kali, karena aku merasa sudah menginstall semua paket ketergantungan (dependencies) yang diperlukan. Saran dariku, installah semua paket ketergantungan yang diperlukan, barulah melakukan proses installasi. Apabila sudah terlajur dilakukan build, maka perlu kode sumber GregorioTex yang baru tanpa ada file yang sudah dilakukan kompilasi dan build. Apakah ada alternatif untuk penggunaan platform daringnya? Sejauh yang sudah aku ketahui, belum ada platform daring (sebut saja Overleaf atau ShareLaTeX) yang menyediakan compiler terintegrasi GregorioTeX. Jadi, semua program diinstall secara offline. Kemudian bagaimana penggunaannya? Silakan dilihat pada tutorial GregorioTex. Menurutku, tutorial itu sudah cukup jelas.
Masalah timbul ketika kita menggunakan paket gregoriotex secara bersamaan paket liturg. Paket liturg tidak dapat digunakan ketika compiler LuaLaTeX digunakan. Keadaan ini membuatku untuk membuka manual dari paket liturg. Secara singkat, paket liturg ini tergantung pada paket ecclesiastic yang didalamnya tergantung juga pada paket babel. Pada bagian lain, memang paket babel tidak dapat digunakan dengan compiler LuaLaTeX. Akhirnya isi dari paket liturg itu aku coba modifikasi. Cara modifikasinya adalah dengan membuat paket baru yang didasarkan pada paket liturg. Paket baru ini dihilangkan ketergantungannya dengan paket ecclesiastic. Ternyata paket baru itu dapat digunakan. Kode sumber dari paket baru yang sudah aku modifikasi, kurang lebih seperti ini:
\ProvidesPackage{liturgialternate} | |
\RequirePackage{color} | |
\RequirePackage{lettrine} | |
\renewcommand{\LettrineFontHook}{\color{red}} | |
\newcommand{\leslettrine}[1]{% | |
\lettrine{#1}{} | |
} | |
\newcommand{\lessontitle}[1]{% | |
\begin{center} | |
\vspace{-2em} | |
\noindent\normalsize\textcolor{black}{#1} | |
\end{center} | |
} | |
\newcommand{\psalmheading}[1]{% | |
\begin{center} | |
\vspace{-1em} | |
\noindent\normalsize\textcolor{red}{#1} | |
\vspace{-1em} | |
\end{center} | |
} | |
\newcommand\instruct[1]{% | |
\noindent\footnotesize\textcolor{red}{#1}\normalsize\\% | |
} | |
\newcommand\priestword{S. } | |
\newcommand\serverword{M. } | |
\newcommand\priest[1]{% | |
\noindent\textcolor{red}{\priestword}{#1}\\% | |
} | |
\newcommand\server[1]{% | |
\noindent\textcolor{red}{\serverword}{#1}\\% | |
} |
Paket baru yang aku beri nama liturgialternate ini, hanya aku ambil beberapa bagian yang penting dan aku gunakan dalam proses pembuatan atau retyping ordo misa 1962 ini. Jadi paket baru ini masih minim fitur, apabila dibandingkan dengan paket liturg. Fitur yang dapat digunakan antara lain:
- membuat huruf besar pada sebuah paragraf (fitur dropcap pada Microsoft Word),
- judul bagian atau judul mazmur,
- penulisan instruksi dengan tulisan berwarna merah,
- penulisan kata-kata atau dialog antara imam dengan server/pelayan ibadat.
Paket liturgialternate bergantung pada dua paket LaTeX, yaitu color dan lettrine (kode sumber baris ke-3 dan 4). Secara default, warna huruf dropcap adalah merah (sebagaimana dituliskan dalam kode sumber baris ke-6). Untuk menggunakan fitur dropcap dapat menggunakan \leslettrine (kode sumber baris ke-8 hingga 10). Kemudian, fitur judul bagian dan judul mazmur, masing-masing menggunakan \lessontitle dan \psalmheading (kode sumber baris ke-12 hingga 25). Jika ingin menuliskan instruksi, kita dapat menuliskan \instruct (kode sumber baris ke-27 hingga 29). Untuk menggunakan dialog, kita dapat menggunakan \priest dan \server (kode sumber baris ke-34 hingga 40).
Mungkin dalam waktu dekat, aku akan menunjukkan isi file *.tex dari ordo misa 1962 yang aku buat, sekaligus file hasil kompilasi (file *.pdf). Doakan ya, semoga saja bisa cepat selesai. Kira-kira begitu, post yang bisa aku tuliskan, semoga bisa berguna.
0 comments:
Posting Komentar